Stafsus Kemenko Infrastruktur Bantah Rombongan AHY Susul Sultan HB X Pakai “Tot Tot Wuk Wuk” di Jalan

Stafsus Kemenko Infrastruktur Klarifikasi Isu “Tot Tot Wuk Wuk” Rombongan AHY

satuhalaman.com – Isu soal rombongan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang disebut “menyalip” rombongan Sri Sultan Hamengkubuwono X di jalan dengan gaya “tot tot wuk wuk” bikin gaduh di media sosial. Video pendek beredar luas di platform X dan Instagram, memicu perdebatan netizen soal etika lalu lintas pejabat negara.

Menanggapi kabar ini, Staf Khusus Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Transportasi dengan tegas membantah tudingan bahwa rombongan AHY bersikap arogan atau sengaja mendahului Sultan HB X. Menurut mereka, kejadian itu hanyalah pengaturan lalu lintas biasa, bukan “penyerobotan jalan” seperti yang ramai dibahas.

“Tidak benar ada insiden yang disengaja atau rombongan kami membunyikan sirene secara berlebihan. Pengawalan yang dilakukan sesuai prosedur lalu lintas dan komunikasi dengan petugas di lapangan,” ujar juru bicara stafsus dalam keterangan resminya, Senin (14/10/2025).

Kronologi: Video Viral yang Bikin Publik Salah Paham

Kronologi bermula dari unggahan video berdurasi 30 detik yang memperlihatkan dua rombongan kendaraan dinas melintas di salah satu ruas jalan utama Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam video itu, terdengar bunyi sirene dan klakson khas “tot tot wuk wuk” saat konvoi mobil melaju.

Warganet langsung berspekulasi bahwa itu adalah rombongan AHY yang mendahului rombongan Sultan HB X, Gubernur DIY. Postingan itu dengan cepat viral, dibagikan ulang ribuan kali, bahkan masuk ke trending topik nasional di media sosial.

Namun, penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa dua rombongan tersebut memiliki jalur dan agenda berbeda. Rombongan Sultan HB X menuju salah satu acara adat, sementara rombongan AHY dalam kapasitas tugas kementerian.

Petugas pengawalan yang bertugas di lokasi juga menjelaskan bahwa suara sirene tersebut bukan ditujukan untuk “mendesak” rombongan Sultan, melainkan bagian dari standar pengamanan VVIP di jalan protokol.

Penjelasan Stafsus Kemenko Infrastruktur: “Jangan Digoreng”

Stafsus Kemenko Infrastruktur menilai narasi yang berkembang di media sosial terlalu dibesar-besarkan. Mereka meminta publik untuk tidak “menggoreng” isu tersebut menjadi sentimen politik atau personal.

“Ini hanya soal teknis lalu lintas, bukan soal siapa lebih penting atau siapa mendahului siapa. Kami menghormati sepenuhnya posisi Sultan sebagai tokoh penting DIY,” tegas stafsus.

Mereka juga menyebut bahwa AHY sama sekali tidak terlibat langsung dalam pengaturan perjalanan rombongan tersebut. Semua dikoordinasikan oleh petugas protokoler dan aparat pengawalan sesuai standar prosedur negara.

“Pak AHY dalam mobil, tidak tahu-menahu soal sirene. Jangan bawa ini ke ranah politik, itu berlebihan,” tambahnya.

Pernyataan ini juga diperkuat dengan keterangan dari aparat kepolisian lalu lintas setempat, yang memastikan tidak ada pelanggaran prosedur dalam perjalanan tersebut.

Respons Publik dan Netizen: Terbelah Dua

Meski klarifikasi sudah keluar, reaksi publik tetap terbelah.

Sebagian masyarakat menyambut baik klarifikasi tersebut dan menganggap kejadian ini hanyalah salah paham. “Namanya juga konvoi pejabat, pasti ada pengawalan. Jangan gampang termakan framing,” tulis seorang netizen di kolom komentar.

Namun sebagian lainnya masih skeptis dan merasa penggunaan sirene serta pengawalan seharusnya lebih tertib, terutama saat melibatkan dua tokoh besar di Yogyakarta. “Yang bikin panas itu bunyi ‘tot tot wuk wuk’-nya, kesannya kayak serobot,” tulis akun lainnya.

Fenomena ini memperlihatkan betapa cepatnya opini publik terbentuk di media sosial, terutama jika ada potongan video tanpa konteks lengkap.

Polisi Turun Tangan Luruskan Informasi

Menindaklanjuti viralnya video tersebut, Kepolisian Daerah DIY langsung memberikan pernyataan resmi. Menurut kepolisian, kedua rombongan sama-sama dikawal secara resmi, dan tidak ada satu pun yang “menyerobot jalan” atau melanggar aturan protokoler.

Polisi menyebut bahwa pengaturan jalur sudah dikomunikasikan sebelumnya oleh tim pengawalan masing-masing rombongan. Saat kedua rombongan bertemu di jalan, petugas hanya melakukan manuver teknis agar tidak terjadi hambatan lalu lintas.

“Tidak ada insiden penyerobotan atau penghadangan. Ini murni teknis pengaturan lalu lintas. Sirene itu memang dipakai untuk memberi sinyal ke pengguna jalan lain, bukan ke rombongan Sultan,” kata perwakilan Polantas DIY dalam jumpa pers singkat.

Mereka juga mengimbau masyarakat untuk tidak langsung percaya terhadap narasi sepihak di media sosial. Kepolisian meminta masyarakat untuk mengutamakan verifikasi informasi dari sumber resmi.

Penggunaan Sirene dan “Tot Tot Wuk Wuk” di Jalan: Ini Aturannya

Kasus ini membuka diskusi publik soal aturan penggunaan sirene dan klakson pada kendaraan pejabat negara. Dalam regulasi Indonesia, hanya kendaraan tertentu yang boleh menggunakan sirene, seperti:

  • Kendaraan pemadam kebakaran

  • Ambulans dalam keadaan darurat

  • Kendaraan pengawalan pejabat negara dan tamu VVIP resmi

Suara “tot tot wuk wuk” identik dengan iring-iringan kendaraan pejabat tinggi. Tapi ada aturan jelas bahwa penggunaannya harus untuk kepentingan resmi, bukan untuk mendahului pengguna jalan secara sewenang-wenang.

Dalam kasus AHY–Sultan HB X ini, pihak kepolisian menyebut semua penggunaan sirene sudah sesuai aturan. Tidak ada pelanggaran yang ditemukan selama perjalanan kedua rombongan.

Jangan Gampang Termakan Narasi Potongan

Kasus rombongan AHY dan Sultan HB X ini jadi contoh betapa cepatnya opini publik terbentuk hanya dari video berdurasi singkat. Klarifikasi dari Stafsus Kemenko Infrastruktur, aparat kepolisian, dan protokoler menunjukkan bahwa tidak ada insiden arogansi seperti yang dituduhkan.

Fokus ke Substansi, Bukan Sensasi

Perdebatan publik soal “tot tot wuk wuk” semestinya tak menggeser fokus pada fakta sebenarnya: semua prosedur berjalan sesuai aturan pengawalan VVIP. Ke depan, transparansi dan komunikasi cepat dari pihak resmi jadi kunci agar isu serupa tidak mudah digoreng jadi konflik politis.