Harga Emas Anjlok Rp116 Ribu ke Rp2,54 Juta per Gram, Ada Apa?

Harga Emas Anjlok Drastis, Investor Kaget

satuhalaman.com – Harga emas batangan kembali jadi sorotan setelah mencatat penurunan tajam hingga Rp116 ribu per gram, turun ke level Rp2,54 juta per gram. Penurunan ini tercatat dalam pembaruan harga logam mulia dari PT Aneka Tambang (Antam) dan pasar global pada Rabu (23 Oktober 2025).

Investor dan pelaku pasar dibuat terkejut dengan perubahan ini, mengingat beberapa minggu sebelumnya harga emas sempat stabil di atas Rp2,65 juta per gram. Turunnya harga kali ini bukan sekadar koreksi ringan, tapi menunjukkan gejolak besar di pasar komoditas global.

Para analis menilai anjloknya harga emas ini dipicu kombinasi dari penguatan dolar AS, kenaikan yield obligasi AS, serta sinyal kebijakan suku bunga The Fed yang makin hawkish. Di sisi lain, pelonggaran permintaan emas fisik di Asia, termasuk India dan China, turut memperparah tekanan harga.

Faktor Global yang Menekan Harga Emas

Penguatan Dolar AS Jadi Biang Utama

Nilai tukar dolar AS yang terus menguat belakangan ini menjadi faktor dominan di balik anjloknya harga emas. Emas dikenal sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi dan pelemahan mata uang. Jadi ketika dolar menguat, investor global beralih ke aset berdenominasi dolar dan meninggalkan emas.

Kondisi ini diperparah oleh kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun yang kembali menembus level 4,8%. Yield tinggi membuat investor cenderung memilih aset dengan return tetap, bukan emas yang tidak memberikan bunga.

Bahkan, beberapa analis dari Bloomberg dan CNBC menyebutkan bahwa momentum ini bisa membuat emas terus tertekan hingga akhir kuartal keempat 2025 bila The Fed belum mengubah sikap moneternya.

The Fed Belum Longgarkan Suku Bunga

Salah satu pemicu turunnya harga emas yang juga sangat berpengaruh adalah pernyataan terbaru dari Federal Reserve (The Fed). Dalam pidato terakhirnya, Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan bahwa kebijakan moneter ketat masih akan dipertahankan untuk menekan inflasi yang belum stabil.

Pernyataan itu langsung menekan harga logam mulia karena pasar menilai suku bunga tinggi akan bertahan lebih lama dari perkiraan. Dengan bunga tinggi, biaya peluang menyimpan emas (yang tidak menghasilkan imbal hasil) menjadi lebih besar — dan akhirnya investor menjual posisi emas mereka.

Lesunya Permintaan Emas Fisik dari Asia

Selain tekanan dari sisi finansial global, permintaan emas fisik di kawasan Asia juga menurun. Di India dan China, dua konsumen emas terbesar dunia, terjadi perlambatan pembelian jelang musim perayaan. Beberapa pedagang melaporkan volume impor emas turun hampir 20% dibanding bulan lalu.

Di Indonesia sendiri, Antam mencatatkan volume transaksi emas ritel menurun tajam hingga 15% dibanding minggu sebelumnya. Artinya, bukan hanya investor besar, tapi juga pembeli eceran ikut menahan diri untuk masuk ke pasar emas saat ini.

Kondisi Pasar Domestik: Antam dan Pegadaian Turun Serempak

Penurunan harga global langsung memukul harga emas domestik. Harga emas Antam per hari ini dibanderol Rp2.540.000 per gram, turun Rp116.000 dari harga kemarin. Sementara itu, emas UBS di Pegadaian juga mengalami koreksi, berada di level Rp2.520.000 per gram untuk ukuran yang sama.

Pergerakan cepat ini membuat sebagian investor ritel panik dan memilih menjual kembali emasnya. Tapi sebagian lainnya justru melihat ini sebagai peluang beli karena harga berada di titik support baru.

Menurut analis pasar emas dari IndoGold, level Rp2,5 juta per gram merupakan “zona beli ideal” bagi investor jangka panjang. Jika tren global mulai stabil, potensi rebound emas di kuartal pertama 2026 cukup besar.

Prediksi dan Arah Pergerakan Emas ke Depan

Emas Bisa Kembali Naik Jika Dolar Melemah

Para analis memprediksi harga emas akan kembali menguat bila dolar AS mulai melemah di akhir 2025. Faktor pemicu utamanya adalah kemungkinan penurunan suku bunga The Fed pada kuartal kedua 2026.

Kondisi geopolitik global juga masih berpotensi menjadi katalis positif bagi harga emas. Ketegangan di Timur Tengah, ketidakpastian ekonomi Eropa, dan perlambatan ekonomi Tiongkok bisa mendorong investor kembali mencari aset aman seperti emas.

Potensi Koreksi Lanjutan Masih Terbuka

Namun di sisi lain, beberapa analis memperingatkan potensi koreksi lanjutan bila The Fed tetap mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama. Harga emas dunia bisa turun ke level psikologis US$2.250 per troy ounce sebelum kembali naik.

Jika dikonversi ke harga domestik, level Rp2,45 juta per gram bisa menjadi titik terendah berikutnya sebelum rebound. Jadi, investor disarankan tidak panik dan tetap memperhatikan arah pasar global sebelum mengambil keputusan beli atau jual.

Strategi Investasi Saat Harga Emas Turun

Dalam kondisi volatil seperti ini, strategi terbaik bukan panik, tapi diversifikasi. Investor bisa menambah posisi emas bertahap (buy on weakness) sambil tetap menjaga portofolio di aset lain seperti deposito atau obligasi.

Selain itu, penting juga memantau laporan ekonomi AS seperti inflasi, data tenaga kerja, dan keputusan The Fed. Ketiganya punya dampak langsung terhadap harga emas internasional dan nilai tukar rupiah terhadap dolar.

Waspada, Tapi Jangan Panik

Harga emas yang anjlok Rp116 ribu ke Rp2,54 juta per gram memang mengejutkan banyak pihak. Tapi penurunan ini lebih karena reaksi jangka pendek terhadap penguatan dolar dan kebijakan moneter ketat AS.

Dalam jangka menengah, harga emas masih berpotensi naik kembali, terutama jika ada tanda-tanda pelonggaran suku bunga global atau ketegangan geopolitik meningkat. Bagi investor jangka panjang, periode ini justru bisa jadi momen terbaik untuk akumulasi aset logam mulia.

Sebagai catatan, emas tetap menjadi instrumen investasi yang tahan inflasi dan aman untuk jangka panjang. Jadi, bukan waktunya panik, tapi waktunya cerdas mengatur strategi.